PENDAHULUAN
Anestesia spinal dihasilkan
dengan menginjeksikan anestetik local kedalam cairan serebrospinal, hal ini
dicapai hanya dengan punksi subaraknoid lumbal. Tergantung dosis, local
anestetik dapat menghasilkan efek anesthesia ringan sampai dengan komplit pada
daerah dermatom atau seluruh tubuh.
Tehnik ini telah dilakukan awal abad dua puluh dan dokter dan penderita memutuskan bukan berarti menghindari komplikasi-komplikasi anestesi umum. Setelah 1950 , penggunaan anesthesia berkurang di AS, anesthesia umum menjadi aman dan lebih menyenangkan bagi pasien. Pada 1975 telah dipertimbangkan bahwa faedah anestesi spinal dan epidural, memberikan keuntungan terhadap pemakai dan tidak merupakan pilihan yang simple terhadap anestesi umum, membuat tehnik ini penting pada penanganan penderita.
Tehnik ini telah dilakukan awal abad dua puluh dan dokter dan penderita memutuskan bukan berarti menghindari komplikasi-komplikasi anestesi umum. Setelah 1950 , penggunaan anesthesia berkurang di AS, anesthesia umum menjadi aman dan lebih menyenangkan bagi pasien. Pada 1975 telah dipertimbangkan bahwa faedah anestesi spinal dan epidural, memberikan keuntungan terhadap pemakai dan tidak merupakan pilihan yang simple terhadap anestesi umum, membuat tehnik ini penting pada penanganan penderita.
ANATOMI
Tulang Belakang.
Tulang belakang
terdiri dari 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal dan 5 tulang sacrum yang bersatu.
Vertebra terdiri dari columna dan arkus vertebra. Arkus vertebra
terdiri dari dua pedikel dianterior dan dua lamina diposterior. Pada pertemuan
lamina dan pedikel terdapat procesus transversus, dan dari pertemuan
kedua lamina pada garis tengah tubuh diposterior terdapat procesus spinosus
. Lekukan pada permukaan pedikel akan membentuk foramen intervertebralis dengan lekukan pada permukaan pedikel
vertebra diatas atau dibawahnya sebagai tempat keluar nervus spinalis.
Medula Spinalis.
Kanalis spinalis terletak didalam columna vertebralis antara
foramen magnum dan hiatus sakralis. Dianterior dibentuk oleh columna vertebra, dilateral oleh
pedikel dan diposterior oleh lamina. Medula spinalis terbentang dari
batang otak sampai permukaan L1-2 pada orang dewasa. Akhir lumbal bawah dan
akar-akar saraf sacral berlanjut didalam kanalis spinalis sebagai kauda equina.
Medula spinalis dibungkus oleh tiga
membran yaitu : piamater, arakhnoidmater, dan duramater. Ketiganya membentuk
tiga ruang. Ruang antara piamater yang menutup medula spinalis dan
arakhnoidmater. Ruang subarakhnoid berlanjut dari dasar kranium sampai S2 dan
terdiri dari akar saraf dan ciran serebrospinal (CSS). Ruang subarakhnoid
terletak antara duramater dan arakhnoidmater, ini merupakan ruang potensial
khususnya obat-obatan yang diinjeksikan keruang epidural atau subarakhnoid.
Akibat subdural blok adalah kelemahan dan penyebaran utama secara langsung
kerah kepala.
Ligamentum-Ligamentum.
Ligamentum longitudinalis anterior dan posterior berjalan diantara aspek anterior dan posterior columna vertebralis. Ligamentum supraspinosus membentang dari vertebra cervical 7 sampai sakrum dan mencapai ketebalan maksimum didaerah lumbal. Ligamentum interspinosus menghubungkan dua procesus spinosus. Ligamentum flavum dikenal sebagai serat elestik warna kuning berjalan di aspek anterior dan inferior tiap lamina vertebra kepermukaan posterior dan superior bawah lamina dan menebal didaerah lumbal.
Blood Suply
Medulla spinalis mendapat suplai darah dari a. vertebral, a. servikal, a. interkostal dan a. lumbalis. Cabang spinal ini terbagi ke dalam a. radikularis posterior dan
anterior yang berjalan sepanjang saraf menjangkau medulla dan membentuk
pleksus arteri di dalam piameter.Cerebrospinal Fluid
Serabut saraf maupun medulla spinalis terendam dalam LCS yang merupakan hasil ulktrafiltrasi dari darah dan diekskresi oleh pleksusu choroideus pada ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV. Produksinya konstan rata-rata 500 ml/hari tetapi sebanding dengan absorpsinya. Volume total LCS sekitar 130-150 ml, terdiri dari 60-75 ml di ventrikel, 35-40 ml sebagai cadangan otak dan 25-30 ml di ruang subarakhnoid.
Nervus Spinalis.
Nervus spinalis meninggalkan kanalis
spinalis menembus kedua foramen intervertebtralis, dan mempersarafi kulit yang
dikenal sebagai dermatom. Perjalanan nervus visceral lebih kompleks, tergantung
dan sesuai dengan perekembangan akhir embrionik organ dari pada posisi akhir
dalam tubuh. Sering terjadi , tingkat anestesia untuk operasi yang dikehendaki
lebih tinggi dari perkiraan dasar yang menutupi dermatom sensoris, Contoh : anestesia visceral abdomen bagian
atas dibutuhkan paling kurang tingkat spinal T4 walaupun insisi kulit pada T6
atau lebih. Afferen simpatik kembali dari end organ melalui pleksus prevertebra
dan ganglion para vertebra sehingga mencapai medula spinalis pada setiap
tingkat.
Tabel . Tingkat Minimum Dermatom
Untuk anestesi spinal.
Letak Operasi
|
Yang diperlukan
|
Ekstremitas bawah.
Panggul.
Prostat atau Buli-buli.
Testis.
Herniorapi.
Intraabdomen.
|
T12
T10
T10.
T6.
T4.
T4.
|
Saraf
spinalis ada 31 pasang yaitu 8 servikal, 12 thorakal, 5 lumbal, 5
sakral dan 1 koksigeal. Pada spinal anestesi, paralysis motorik
mempengaruhi gerakan bermacam sendi dan otot. Persarafan segmental ini
digambarkan sebagai berikut :
Sistem saraf otonom
1. System saraf simpatis
Mesrabut saraf pregamglion meninggalkan medulla spinalis melalui radiks saraf ventralis T1-L2. Pada bagian servikal kumpulan ganglia ini menyusun ganglia servikalis superior, media dan stellat ganglia. Pada thorak, rangkaian simpatis ini membentuk saraf splanknikus yang menembus diafragma untuk mencapai ganglia dalam pleksus koeliak dan pleksus oartikorenal. Didalam abdomen rangkaian simpatis ini berhubunagn dengan pleksus koeliak, pleksus aorta dan pleksus hypogastrik. Rangkaian ini berakhir dipelvis pada permukaan anterior sacrum.
Serabut-serabut saraf post ganglionik yang tidak bermielin terdistribusi luas pada seluruh organ yang menerima suplai saraf simpatis. Daerah viscera menerima serabut postganglionic sebagian besar langsubg melalui cabang yang meninggalkan pleksus-pleksus besar.
Distribusi segmental saraf simpatis visceral :
Saraf eferen dan aferen dari system saraf simpatis berjalan melalui
nervus intracranial dan nervus sakralis ke 2,3,4. Nervus vagus merupakan
saraf cranial paling penting yang membawa saraf eferen parasimpatis.
Mereka dirangsanga dengan sensasi seperti lapar, mual, distensi
vesika, kontraksi uterus. Berbagai macam nyeri disalurkan melalui saraf
ini seperti kolik atau nyeri melahirkan. Nervus vagus menginervasi
jantung, paru, esophagus dan traktus
gastrointestinal bagian bawah sampai ke kolon tranversum. Saraf
simpatis sacral bersama saraf simpatis didistribusikan pada usus bagian
bawah kolon transversum, vesika urinaria, spincter dan organ
reproduksi.- Bahu C6-8
- Siku C5-8
- Pergelangan tangan C6-7
- Tangan dan jari C7-8, T1
- Interkostal T1-11
- Diafragma C3-5
- Abdominal T7-12
- Pinggul, pangkal paha fleksi L1-3
- Pinggul, pangkal paha ekstensi L5, S1
- Lutut fleksi L5, S1
- Lutut ekstensi L3-4
- Pergelangan kaki fleksi L4-5
- Pergelangan kaki ekstensi S1-2
Sistem saraf otonom
1. System saraf simpatis
Mesrabut saraf pregamglion meninggalkan medulla spinalis melalui radiks saraf ventralis T1-L2. Pada bagian servikal kumpulan ganglia ini menyusun ganglia servikalis superior, media dan stellat ganglia. Pada thorak, rangkaian simpatis ini membentuk saraf splanknikus yang menembus diafragma untuk mencapai ganglia dalam pleksus koeliak dan pleksus oartikorenal. Didalam abdomen rangkaian simpatis ini berhubunagn dengan pleksus koeliak, pleksus aorta dan pleksus hypogastrik. Rangkaian ini berakhir dipelvis pada permukaan anterior sacrum.
Serabut-serabut saraf post ganglionik yang tidak bermielin terdistribusi luas pada seluruh organ yang menerima suplai saraf simpatis. Daerah viscera menerima serabut postganglionic sebagian besar langsubg melalui cabang yang meninggalkan pleksus-pleksus besar.
Distribusi segmental saraf simpatis visceral :
- Kepala, leher dan anggota badan atas, T1-5
- Jantung, T1-5
- Paru-paru, T2-4
- Oesofagus, T5-6
- Lambung, T6-10
- Usus halus, T9-10
- Usus besar, T11-12
- Kandung empedu dan hati, T7-9
- Pankreas dan lien, T6-10
- Ginjal dan uereter, T10-12
- Kelenjar adrenal, T8-L1
- Testis dan ovarium, T10-L1
- Kandung kemih, T11-L2
- Prostate, T11-L1
- Uterus, T10-L1
Blokade somatic
Dengan menghambat transmisi impuls nyeri dan menghilangkan tonus otot rangka. Blok sensoris mengkambat stimulus nyeri somatic atau visceral sementara blok motorik menyebabkan relaksasi otot. Efek enstetik local pada serabut asaraf bervariasi tergantung dari ukuran serabut saraf tersebut dan apakah serabut tersebut bermielin atau tidak serta konsentrasi obat dan lamanya kontak
Blokade Otonom
Hambatan pada serabut eferen transmisi ototnom pada akar saraf spinal menimbulkan blockade simpatis dan beberapa blok parasimpatis. Simpatis outflow berasal dari segmen thorakolumbal sedangkan parasimpatis dari craniosacral. Serabut saraf simpatis preganglion terdapat dari T1 sampai L2 sedangkan serabut parasimpatis preganglion keluar dari medulla spinalis melalui serabut cranial dan sacral. Perlu diperhatikan bahwa blok subarachnoid tidak memblok serabut saraf vagal. Selian itu blok simpatis mengakibatkan ketidakseimbangan otonom dimana parasimpatis menjadi lebih dominant. Beberapa laporan menyebutkan bahwa bias terjadi aritmia sampai cardiac arrest selama anestesi spinal. Hal ini terjadi karena vagotonia yaitu peningkatan tonus parasimpatis nervus vagus.
EVALUASI PREOPERATIF
Pada umumnya setiap dilakukan
pemeriksaan sebagaimana biasanya, evaluasi sebelum anestesi spinal atau
epidural mempertimbangkan perencanaan operatif, serta keadaan fisik pasien dan
beberapa kontraindikasi terhadap tehnik regional.
Pertimbangan Bedah.
Banyak operasi pada ekstremitas
bawah , pelvis, abdomen bagian bawah dan perineum dapat dilakukan dengan
anestesi spinal. Operasi daerah diatas abdomen, dada, bahu dan ekstremitas atas
dapat ditangani dengan anestesi spinal dengan kesulitan yang besar. Walaupun
tempat operasi sudah teranestesi dalam banyak kasus pasien tetap merasa tidak
nyaman. Selanjutnya , efek operasi atau spinal anesthesia yang tinggi mungkin akan mempengaruhi
pernapasan, sirkulasi bahkan intubasi dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan.
Pemeriksaan Fisik.
Evaluasi preoperatif termasuk
pemeriksaan toraks dan vertebra lumbal serta kulit disekitar tempat penusukan
jarum. Anestesi spinal lebih sulit dan mungkin kesalahan lebih banyak jika
terdapat kelainan anatomic seperti scoliosis atau keterbatasan fleksi vertebra
pasien. Infeksi pada tempat punksi menghalangi spinal anestesi. Defisit
neurology yang ada sebelumnya yang ditemukan lewat anamnesa atau dengan
pemeriksaan harus dicatat untuk mencegah kesalahan diagnosis kelainan neurology
post anestesi.
Kontra Indikasi.
Diantara sedikit kontra indikasi
absolut anesthesia spinal adalah pasien menolak dan infeksi pada tempat insersi
jarum anestesi spinal. Juga untuk penderita yang menderita koagulopati yang
berat dan ditakutkan terjadinya hematoma epidural. Tehnik ini juga tidak
diindikasikan pada pasien-pasien dengan
gangguan pembekuan., hal ini dapat dilindungi dengan pemberian heparin
sesudahnya.
Jika hipovolemia tidak dikoreksi
sebelum anestesi spinal, penekanan saraf sympatis menghasilkan katastropik
hipotensi, juga perdarahan dan dehidrasi
harus ditangani sebelum anesthesia dilakukan. Baktemremia tidak merupakan
kontra indikasi absolut terhadap anestesi spinal, penderita dapat diberikan
antibiotik, tapi tehnik ini dihindari jika pasien ditakutkan adanya bakteremia blood
borne yang dilihat pada hematoma epidural yang kecil dan membentuk abses.
Herniasi discus vertebra atau pembedahan tulang sebelumnya tidak temasuk kontra indikasi spinal
anesthesia, walaupun jaringan parut dapat menghalangi penusukan jarum yang berisi
anestesi local atau pengaruhnya terhadap peningkatan akan terjadinya trauma
akar saraf. Dalam
kasus ini kekhawatiran akan terjadinya eksaserbasi sakit belakang atau radikulitis, pasien dan ahli naestesi
akan memilih anestesi umum. Walaupun sedikit bukti bahwa anestesi spinal
menyebabkan keadaan penyakit neurology bertambah jelek. Banyak yang menghindari
tehnik ini bila terjadi eksaserbasi kelainan yang ada sebelumnya pada post
operasi.
Tabel . Kontra
indikasi Penggunaan Anestesi.
Absolut
|
Relative
|
Pasien menolak.
Coagulopathy.
Infeksi setempat.
|
Hypovolemia.
Sepsis.
Kelainan
neurology sebelumnya.
|
TEHNIK UMUM ANESTESI SPINAL
Seperti pada
anestesi umum, obat-obatan, perlengkapan serta mesin anestesi disiapkan sebelum
penderita masuk ruangan ; begitu pula dengan monitor standar. Persiapan
termasuk vasopressor untuk mencegah hipotensi, suplemen oksigen melalui nasal
kanula atau masker untuk mengatasi depresi pernapasan akibat sedatif atau
anestetik. Pemberian sedatif dan narkotik membuat penderita tenang selama
penusukan jarum, bahkan pasien cukup sadar untuk melaporkan parestesia selama
prosedur. Nyeri yang persisten atau parestesia dengan penusukan jarum atau injeksi anestetik dapat menggambarkan
trauma akar saraf.
Anestesi spinal
dapat dilakukan pada posisi duduk, lateral dekubitus atau posisi prone.
Walaupun posisi duduk lebih mudah untuk mendapatkan fleksi vertebra, pasien menjadi lelah bahkan
membutuhkan bantuan. Setiap melakukan tindakan
tersebut operator dan asisten harus memberitahu pasien setiap langkah
yang diambil untuk mendapatkan keadaan yang stabil. Setelah posisi ditentukan , identifikasi
tempat penusukan. Pencegahan untuk menghindari infeksi termasuk tehnik aseptic,
kulit dibersihkan dengan larutan
bakterisidal, penutup steril, sarung tangan dan secara hati-hati memperhatikan
indicator sterilisasi termasuk perlengkapan spinal. Untuk mncegah kesalahan
pemberian obat atau dosis, identifikasi label dan konsentrasi diperhatikan
dengan hati-hati.
TEHNIK ANESTESI
Posisi lumbal
punksi ditentukan sesuai dengan kesukaan penderita, letak daerah operasi dan
densitas larutan anestetik local. Vertebra lumbal difleksikan untuk melebarkan ruang procesus spinosus dan memperluas rongga
interlamina. Pada posisi prone, menempatkan bantal dibawah panggul untuk
membantu fleksi vertebra lumbal.
Saat lahir medulla spinalis berkembang sampai L4, setelah umur 1 tahun medulla spinalis berakhir pada L1-L2. Jadi blok spinal dibuat dibawah L2 untuk menghindari resiko kerusakan medulla spinalis. Garis penghubung yang menghubungkan Krista iliaca memotong daerah interspace L4-5 atau procesus spinosus L4.
Pendekatan median lebih sering
digunakan. Jari tengah tangan operator non dominan menetukan titik interspace
yang dipilih, kulit yang menutupi interspace diinfiltrasi dengan anestesi local
menggunakan jarum halus. Jarum spinal ditusukkan pada garis tengah secara
sagital, mengarah ke cranial (10o) menghadap ruang interlamina.
Penusukan keruang sub arachnoid melewati
kulit, jaringan sub cutan, ligamentum supraspinosus, ligamentum interspinosus
dan ligamentum flavum. Ketika ujung jarum mendekati ligamentum flavum terdapat
peningkatan tahanan disertai perasaan poping, saat itu jarum menembus duramater
dengan kedalaman 4-7 cm. Jika ujung jarum menyentuh tulang harus ditarik
kembali secukupnya untuk membebaskan dari ligametum, sebelumnya diarahkan
kearah cranial atau kaudal.
Setelah itu stylet
ditarik, CSS
mengalir dari jarum secara bebas. Jika CSS bercampur darah hendaknya
dibersihkan secepatnya; kemungkinan ini jarum mengenai vena epidural.
Setelah
yakin aliran CSS ahli anestesi memegang jarum dengan tangan yang bebas ,
dengan
menahan belakang pasien, ibu jari dan telunjuk memegang pangkal jarum,
dan
menghubungkan dengan spoit yang telah berisi larutan anestetik. Aspirasi
CSS
untuk meyakinkan ujung jarung tetap dalam CSS. Injeksi dengan cepat
menggunakan
jarum kecil memudahkan bercampurnya anestesi dengan CSS, ini memudahkan
penyebaran larutan dengan CSS dan menurunkan perbedaan densitas
antara larutan dengan CSS. Injeksi
yang sangat lambat (2 atau 3 ml dalam semenit atau lebih) mengurangi
efeknya .
setelah injeksi obat aspiarasi lagi CSS untuk lebih menyakinkan posisi
jarum.
Bila pendekatan midline tidak berhasil seperti orang tua dengan kalsifikasi ligamentum atau pasien kesulitan posisi karena keterbatasan fleksi lumbal. Jarum ditusukkan kira-kira 1-1,5 cm dilateral garis tengah pada bagian bawah procesus spinosus dari interspace yang diperlukan. Jarum ditusukkan kearah median dan ke cephal menembus otot-otot paraspinosus. Jika jarum mengenai tulang berarti mengenai lamina ipsilateral dan jarum diposisikan kembali ke arah superior atau inferior masuk ruang sub arachnoid.
Pendekatan selain midline atau paramedian adalah pendekatan lumbosakral (taylor), yang digunakan interspace columna vertebralis pada L5-S1. identifikasi spina iliaca posterior superior dan kulit, dimulai 1 cm kemedian dan 1 cm inferior ketitik tersebut. Jarum diarahkan kemedial dan ke superior sampai masuk ke kanalis spinalis pada midline L5-S1.
JARUM SPINAL
Pemilihan jarum spinal
tergantung usia pasien, kebiasaan ahli
anestesiologi dan biaya. Ujung jarum quincle umumnya mempunayi bevel yang
panjang yang menyatu dengan lubang. Dapat dibagi dalam ukuran: 20G-29G; ukuran
22G dan 25G yang sering digunakan. Ujung jarum quincle yang runcing menebus
dengan mudah . untuk menjamin posisi yang tepat mengalirnya CSS dilihat pada 4
kwadran dengan memutar jarum.
Tidak seperti jarum dengan bevel
tajam, jarum bentuk pensil mempunyai ujung berbentuk tapering dengan lubang
disamping. Untuk insersi dibutuhkan tenaga yang lebih. Contoh jarum bentuk
pensil adalah Sprotte, Whitacre dan Gertie Marx. Perbedaan antara kedua jarum
tersebut adalah ukuran dan letak lubang dilateral. Meskipun lebih mahal dari
pada bevel tajam, jarum ini kurang menyebabkan kerusakan pada duramater dan
lebih sedikit mengakibatkan sakit kepala post anesthesia spinal.
Penentuan jenis jarum lebih banyak
ditentukan oleh usia. Walaupun harga yang lebih mahal jarum pensil point, lebih bagus bagi penderita yang mempunyai
resiko yang besar terhadap sakit kepala post anesthesia spinal.
OBAT-OBAT SPINAL ANESTESI
Anestesi spinal yang memuaskan
membutuhkan blok sepanjang dermatom daerah operasi. Keterbatasan memperluas
anestesi yang diperlukan untuk memblok dermatom sangat penting untuk mengurangi
beratnya efek menjadi minimum. Obat yang digunakan untuk anestesi spinal
termasuk anestesi local, opioid dan vasokonstriktor, dektrosa kadang-kadang
ditambahkan untuk meningkatkan berat jenis larutan.
Anestetik
local.
Semua anestetik local efektif untuk
anesthesia spinal. Criteria yang digunakan untuk memilih obat adalah lamanya
operasi. Tetrakain dan buvipakain biasanya dipilih untuk operasi yang lebih
lama dari 1 jam dan lidokain untuk operasi-operasi yang kurang dari 1 jam,
walaupun durasi anestesi spinal tergantung pula pada penggunaan
vasokonstriktor, dosis serta distribusi obat.
Dalam menentukan dosis yang digunakan untuk anesthesia spinal,
variable individual pasien tidak merupakan kepentingan yang besar. Pada umumnya
lebih banyak anestetik local akan
menghasilkan anestesi yang lebih luas.
Tabel . Obat-obat anestesi local untuk
anesthesia spinal
Obat
|
Konsentrasi (%)
|
Dosis
(mg)
|
Lama (jam)
|
|
Tanpa
Epinefrin
|
Dengan
Epinefrin
|
|||
Lidokain, hyperbarik
Lidokain, isobaric.
Tetrakain, hyperbarik.
Tetrakain, isobaric.
Tetrakain, hypobarik.
Bupivakain, isobaric.
Bupivakain, hyperbarik.
|
5
2
0,5
1
0,3
0,5
0,75
|
25-100
20-100
3-15
3-20
3-20
5-15
3-15
|
1
1,5
2
2-3
2
2-3
1,5
|
2
2 – 3
2 – 4
4 – 6
4 – 6
4 – 6
3 - 4
|
Vasokonstriktor.
Lamanya blok dapat ditingkatkan 1-2
jam dengan penambahan larutan
vasokonstriktor kelautan yang diinjeksikan kedalam CSS. Baik epinefrin (0,1-0,2
mg) maupun phenyleprine (1,0-4,0 mg) memperpanjang durasi anestesi spinal.
Obat-obatan tersebut menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang mensuplay
dura dan medulla spinalis, mengurangi absorbsi vascular dan eliminasi anestetik
local. Penambahan untuk mengurangi aliran darah, vasokonstriktor menekan secara
langsung efek antinoceftif terhadap medulla spinalis.
Opioid.
Dalam decade terakhir ini, ahli
anestesi telah menggunakan opioid subarachnoid untuk memperbaiki kwalitas dari
blok sensomotoris dan untuk analgesia postoperative. Kerja narkotik
subarachnoid adalah pada reseptor opiod didalam medulla spinalis. Morpin
(0,1-0,2 mg) menghasilkan analgesia signifikan yang baik pada periode
postoperative, sebagaimana Fentanyl (25-37,5 mikrogram) dan subfentanyl (10
mikrogram) . efek samping narkotik subarachnoid termasuk pruritus, nausea, dan
depresi pernapasan.
Tabel . Opioid Dalam
ruang subarachnoid.
Obat
|
Dosis.
|
Lama kerja.
|
Morfin
Fentanyl
Subfentanyl
|
0,1 – 0,2 mg
25 – 50
mg
5 – 10-
mg
|
8 – 24 jam
1 – 2
jam
2 – 3
jam
|
Dextrose, Barisitas, Distribusi.
Densitas larutan anestesi local
adalah fungsi konsenrasi dan cairan dimana obat tersebut dilarutkan. Densitas
dari CSS 37 oC adalah 1,001 – 1,005 g/ml. Barisitas larutan anestesi
local adalah perbandingan pada suhu dari densitas laritan anestetik terhadap
densitas CSS pada tempratur yang sama. Larutan anestesi local dengan densitas
lebih dari 1,008 g/ml pada suhu 37 o C disebut hiperbarik, densitas antara
0,998 dan 1,007 g/ml digolongkan isobaric, dan densitas kurang dari 0,997 g/ml
termasuk hipobarik. Preparat anestetik local 5% sampai 8% dalam dextrose adalah
hiperbarik; dalam CSS atau garam saline, isobaric; dan dilarutkan dalam air ,
hipobarik.
Dosis obat, densitas larutan
anestetik local dan posisi pasien selama dan setelah injeksi lebih banyak
menentukan distribusi anestesi local dan tingkat anesthesia. Factor lain
seperti ; umur, berat badan dan panjang columna vertebralis adalah kurang
penting. Pada posisi supine, lordosis lumbal menunjukkan titik terendah spinal
pada L3-4, dan kiposis torak menunjukkan titik terendah pada T5-6. jadi jika
pasien diberikan larutan anestesi local hiperbarik pada L4 pada posisi supine ,
larutan tersebut bergerak oleh karena grafitasi dari titik tertinggi sampai dua
regio yang lebih rendah yaitu sacrum dan T5-6, menghasilkan blok yang baikpada
dermatom toraks tetapi itu termasuk suplai yang relatif jarang dari anestesi local pada akar saraf pertengahan
lumbal. Sadel blokuntuk anesthesia perineum , ini dihasilkan jika lautan
hiperbarik di injeksikan pada pasien dengan posisi duduk dan mempertahankan
posisi tersebut untuk beberapa menit setelah injeksi.
Larutan isobaric cenderung untuk
tinggal pada tempat injeksi dan menghasilkan blok yang lebih terlokalisir dan
menyebar hanya kebawah dan dermatom toraks. Larutan ini cocok untuk prosedur
pada ektremitas bawah dan prosedur urology.
Larutan hypobarik dapat digunakan
ketika pasien pada posisi supine, pada posisi jack-knife untuk operasi rectum,
perineum, dan anus, atau pada posisi lateral dekubitus. Kenutungan larutan hypobarik bahwa kemiringan meja
operasi dengan kepala dibawah mengurangi pengumpulan darah ditungkai, juga
membantu mencegah pemyebaran anestesi local kearah kepala.
KONDUKSI
ANESTESI SPINAL
Pengelolaan setelah injeksi anestesi local kedalam CSS meliputi
pengamatan dan pengobatan efek samping dan penilaian distribusi dari anestesi
local. Pemberian oksigen dan pemasangan
pulse oksimetri untuk mencegah hipoksemia. Memperhatikan terus-menerus denyut
jantung untuk mendeteksi bradikardia, dan mengulangi pengukuran tekanan darah
untuk menilai adanya hipotensi.
Distribusi dari blok dapat diukur
dengan beberapa tes. Kehilangan rasa persepsi dingin (kapas alcohol atau es
pada kulit) berhubungan dengan tingkat blok simpatis, yang dilayani oleh dua
modalitas saraf yang hampir mirip diameter dan kecepatan konduksinya. Level
sensoris diketahui dengan adanya respon terhadap goresan peniti atau garukan
jari. Fungsi motorik dilakukan dengan menyuruh pasien melakukan fleksi plantar
jari kaki (S1-2), dorsofleksi kaki (L4-5 ) , mengangkat lutut (L2-3) atau
tegangan muskulus rektus abdominalis dengan mengangkat kepala (T6-12).
Selama anestesi spinal tingkat blok
simpatis meluas lebih tinggi dari blok
sensoris dimana dalam perluasannya lebih tinggi dari blok motoris. Besarnya
derajat blok tidak berhubungan dengan perbedaan dari snesitivitas dari berbagai
macam serabut saraf , sebagai suatu pemikiran , tetapi dibedakan oleh
konsentrasi anestatik local diantara berbagai akar saraf dan terhadap derajat
konsentrasi di dalam masing-masing akar saraf. Serbut saraf sensoris dan
simpatis yang lebih perifer lebih mudah diblok karena lebih banyak terekspose
oleh keonsetrasi anestesi local dari pada serabut saraf motorik yang lebih
dalam.
KOMPLIKASI
ANESTESI SPINAL
Komplikasi dini / intraoperatif :
- Hipotensi
- Anestesi spinal tinggi / total.
- Henti jantung
- Mual dan muntah
- Penurunan panas tubuh
- Parestesia.
- Post dural Puncture Headache (PDPH)
- Nyeri punggung (Backache)
- Cauda equine sindrom
- Meningitis
- Retensi urine
- Spinal hematom.
- Kehilangan penglihatan pasca operasi
Hipotensi.
Hipotensi sering terjadi selama
anestesi spinal, terutama akibat blok preganglion vasomotor efferent sistim
saraf simpatis dan kehilangan kompensasi vasokonstriksi eketremitas bawah.
Berkurangnya preload (venodilatasi) menunjukkan menurunnya curah jantung;
berkurangnya tonus arteriole sedikit kontribusinya terhadap terjadinya
hipotensi, kecuali tahanan pembuluh darah perifer meningkat sebelum anestesi
spinal. Blok serat kardioakselator pada T1-T4 menyebabkan bradikardi dan
kehilangan kontraktilitas.
Terapi hipotensi dimulai dengan
tindakan yang cepat seperti koreksi posisi kepala, pemberian cairan intravena
dan pemberian vasopressor sesuai kebutuhan. Jika cairan yang diberikan tidak
dapat mengoreksi bradikardi atau kontraktilitas melemah, terapi yang disukai
untuk spinal hipotensi adalah kombinasi
cairan untuk mengoreksi hipovolemi dengan alfa dan beta adrenergik agonis
(seperti efedrin) dan atropin (untuk bradikardi) tergantung pada situasi.
Anestesi
spinal tinggi dan Blokade total spinal
Pasien dengan tingkat anesthesia
yang tinggi dapat mengalami kesulitan dalam pernapasaan . Harus dibedakan secara
hati-hati apa penyebabnya untuk memberikan terapi yang tepat. Hampir semua dispnea
tidak disertai paralysis otot pernapasan tetapi adalah kehilangan sensasi
proprioseptif tersebut mengakibatkan dyspnea walaupun fungsi otot pernapasan
dan pertukaran gas adekuat.
Total spinal adalah blockade dari medulla spinalis sampai ke servikal oleh suatu obat local anestesi.
Factor pencetus : Pasien mengejan, dosis obat local anestesi yang digunakan, posisi pasien terutama bila menggunakan obat hiperbarik.
Sesak napas dan sukar bernapas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi. Sering disertai mual, muntah, precordial discomfort dan gelisah. Apabila blok semakin tinggi penderita menjadi apnea, kesadaran menurun disertai hipotensi yang berat dan jika tidak ditolong akan terjadi henti jantung
Penanganan :
Total spinal adalah blockade dari medulla spinalis sampai ke servikal oleh suatu obat local anestesi.
Factor pencetus : Pasien mengejan, dosis obat local anestesi yang digunakan, posisi pasien terutama bila menggunakan obat hiperbarik.
Sesak napas dan sukar bernapas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi. Sering disertai mual, muntah, precordial discomfort dan gelisah. Apabila blok semakin tinggi penderita menjadi apnea, kesadaran menurun disertai hipotensi yang berat dan jika tidak ditolong akan terjadi henti jantung
Penanganan :
- Usahakan jalan napas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan napas lewat face mask
- Jika depresi pernapasan makin berat (blok motor C3-5 dengan paralysis nervus phrenikus) perlu segera dilakukan intubasi endotrakeal dan control ventilasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat
- Bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi henti jantung
- Pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah hipotensi
- Jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari maka pemberian vasopresor merupakan pilihan seperti adrenalin dan sulfas atropin
Henti jantung yang tiba-tiba.
Henti jantung yang tiba-tiba telah
dilaporkan pada pasien yang mendapatkan spinal anestesi. Pasien yang mendapat
sedatif dan hipotensi sampai tejadinya
henti jantung yang tiba-tiba terbukti sulit untuk diterapi. Respon kardiovaskuler
terhadap hiperkarbia dan hipoksia kerana sedatif dan narkotik mengakibatkan
pasien tidak mempunyai respon terhadap hipoksemia yang progresif, asidosis dan
hiperkarbia.
Henti jantung dapat dihindari dengan
beberapa langkah sebagai berikut: pertama opioid harus digunakan dengan
perhatian yang tinggi selama anestesi
spinal. Kedua, semua pasien yang menjalani anestesi spinal dibutuhkan suplemen
oksiegen dan pemantauan dengan pulse oxymetri. Ketiga, hipotensi dan bradikardi
dibutuhkan terapi segera untuk
memelihara curah jantung. Keempat, seharusnya pasien yang mengalami episode
hipotensi dan henti jantung yang tiba-tiba
merupakan indikasi segera dan tepat mendapatkan terapi oksigen,
hiperventilasi, epinefrin dosis tinggi (0,1-1 mg) dan sodium bikarbonat jika
ada indikasi.
Mual dan Muntah
Mual selama anestesi spinal biasa
terjadi oleh karena hipoperfusi serebral atau tidak terhalanginya stimulus
vagus usus. Biasanya mual adalah tanda awal hipotensi. Bahkan blok simpatis
mengakibatkan tak terhalangnya tonus parasimpatis yang berlebihan pada traktus
gastrointestinal.
Mual dan muntah umumnnya, dapat terjadi karena :
Mual dan muntah umumnnya, dapat terjadi karena :
- Hiotensi
- Adanya aktifitas parasimpatis yang menyebabkan peningkatan peristalyik usus
- Tarikan nervus dan pleksus khususnya N vagus
- Adanya empedu dalam lambungoleh karena relaksasi pylorus dan spincter ductus biliaris
- Factor psikologis
- Hipoksia
- Untuk menangani hipotensi : loading cairan kristaloid atau koloid 10-20 ml/kgBB kristaloid
- Pemberian bolus efedrin 5-10 mg IV
- Oksigenasi yang adekuat untuk mengatasi hipoksia.
- Dapat juga diberikan anti emetik.
- Atropin dapat memperbaiki refleks mual dimana tekanan darah dan curah jantung telah diperbaiki.
Paresthesia.
Parestesia dapat terjadi selama
penusukan jarum spinal atau saat menginjeksikan obat anestetik. Pasien mengeluh
sakit atau terkejut singkat pada ektremitas bawah, hal ini disebabkan jarum
spinal mungkin mengenai akar saraf. Jika pasien merasakan adanya
parestesia persiten atau paresthesia
saat menginjeksikan anesthetik local, jarum harus digerakkan kembali dan
ditempatkan pada interspace yang lain untuk mengcegah kerusakan yang permanen.
Ada atau tidaknya paresthesia dicatat pada status anesthesia.
Sakit
kepala post punksi dura.
Sakit kepala yang terjadi setelah
punksi dura disebut spinal headache atau post-dural puncture headache (PDPH),
telah dilukiskan oleh Bier thn. 1898. CSS keluar dari ruang subarachnoid melalui punksi dura, menyebabkan tarikan pada
struktur vaskuler yang sensitive terhadap sakit. Sakit kepala diperburuk oleh
sikap berdiri atau duduk dan terasa berkurang dengan terlentang . Rasa sakit
tersebut dirasakan di frontal, occipital
atau keduanya dan mungkin disertai dengan gejala seperti tinitus atau diplopia.
Walupun ini terjadi segera setelah punksi dura, tapi bisanya setelah 24-72 jam.
Kejadian PDPH lebih banyak terjadi
pada pasien muda dan wanita. Kecepatan hilangnya CSS cenderung bergantung pada
bentuk ukuran lubang pada dura dan dengan demikian kemungkinan terjadinya sakit kepala lebih berat. Menggunakan
jarum ukuran kecil (24G atau lebih kecil) penting untuk pasien dibawah umur 50
tahun. Jarum spinal dengan bagian ujung bulat atau tumpul, membentuk robekan
yang lebih kecil dan penyembuhan lebih cepat.
Terapi sakit kepala bisanya dimulai
dengan tindakan konservatif. Hidrasi intravena atau oral meningkatkan produksi
CSS dan mengganti CSS yang hilang. Walaupun pasien dengan PDPH akan lebih
senang jika terlentang, istirahat ditempat tidur tidak dapat mencegah sakit
kepala. Cafein intravena atau oral mungkin dapat membantu. Pengikatan perut
dapat meningkatkan tekanan ruang epidural, karena itu megurangi bocornya CSS.
Terapi definitive untuk PDPH adalah
menyumbat epidural dengan darah. Tahun 1960 Gormley mencatat bahwa pasien
dengan perdarahan selama lumbal punksi memiliki insiden yang kurang terjadinya
PDPH. Dengan postulat ini bekuan darah dapat menutup lubang dura dan mencegah
bocornya CSS, ia memperlihatkan dengan sukses , untuk membebaskan sakit kepala
, darah tersebut ditempatkan didalam ruang epidural. Untuk mendapatkan suatu
penyumbatan epidural oleh darah, 10-20 ml darah sendiri yang steril di
injeksikan perlahan keruang epidural. Dengan komplikasi pada umumnya adalah “
transient back pain”. Penyumbatan dengan darah efektif lebih dari 95 % pasien.
Pencegahan dan Penanganan :
Pencegahan dan Penanganan :
- Hidrasi dengan cairan yang kuat.
- Gunakan jarum sekecil mungkin (dianjurkan < 24) dan menggunakan jarum non cutting pencil point
- Hindari penusukan jarum yang berulang-ulang.
- Tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut longitudinal durameter.
- Mobilisasi seawal mungkin.
- Gunakan pendekatan paramedian
- Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak mengganggu aktivitas maka hanya diperlukan terapi konservatif yaitu bedrest dengan posisi supine, pemberian cairan intravena maupun oral, oksigenasi adekuat.
- Pemberian sedasi atau analgesi yang meliputi pemberian kafein 300 mg peroral atau kafein benzoate 500 mg IV atau IM, asetaminofen atau NSAID
- Hidrasi dan pemberian kafein membantu menstimulasi pembenntukan LCS
- Jika nyeri kepala menghebat dilakukan prosedur khusus Epidural Blood Patch
- Baringkan pasien seperti prosedur epidural.
- Ambil darah vena antecubiti 10-15 ml.
- Dilakukan pungsi epidural kemudian masukan darah secara pelan-pelan.
- Pasien diposisikan supine selama 1 jam kemudian boleh melakukan gerakan dan mobilisasi.
- Selama prosedur pasien tidak boleh batuk dan menghejan.
Kerusakan
saraf.
Trauma saraf setelah anestesi spinal
adalah jarang tapi dapat terjadi akibat trauma mekanik dan kimiawi. Kerusakan
langsung pada akar saraf mungkin disebabkan oleh jarum, mengakibatkan
radikulopati dengan defisit motoris atau sensoris sepanjang distribusi akar
saraf. Kerusakan ini bisanya membaik
dalam 2-12 minggu.
Cauda Equina Sindrom
Terjadi ketika cauda equine terluka atau tertekan. Penyebab adalah trauma dan toksisitas. Ketika terjadi injeksi yang traumatic intraneural, diasumsikan bahwa obat yang diinjeksikan telah memasuki LCS, bahan-bahan ini bias menjadi kontaminan sepeti deterjen atau antiseptic atau bahan pengawet yang berlebihan.
Penanganan
Penggunaan obat anestesi local yang tidak neurotoksik terhadap cauda equine merupakan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghindari trauma pada cauda equine waktu melakukan penusukan jarum spinal
Meningitis
Munculnya bakteri pada ruang subarakhnoid tidak mungkin terjadi jika penanganan klinis dilakukan dengan baik. Meningitis aseptic mungkin berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi dan telah dideskripsikan tetapi jarang terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah larutan anestesi murni local yang memadai.
Pencegahan
- Dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan obat-obatan yang betul-betul steril
- Menggunakan jarum spinal sekali pakai
- Pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik
Retensi
urine.
Proses miksi tergantung dari utuhnya
persarafan dari spincter uretra dan otot-otot kandung kencing. Setelah anestesi
spinal fungsi motor dan sensoris ekstremitas bawah pulih lebih cepat dari
fungsi kandung kencing, khususnya dengan obat anestesi spinal kerja cepat
seperti tetracain atau bupivacain. Lambatnya fungsi saraf pulih dapat
mengakibatkan retensi urine dan distensi kandung kencing. Untuk prosedur yang
lebih lama dan pemberian cairan intravena yang banyak, pemasangan kateter
kandung kencing mencegah komplikasi ini.
Sakit
tulang belakang / Nyeri punggung.
Sakit tulang belakang lebih sering
mengikuit anesthesia spinal dari pada yang terjadi pada anestesi umum. Ini
mungkin disebabkan akibat tarikan ligamentum
dengan relaksasi otot paraspinosus dan posisi operasi yang menyertai
anestesi regional dan general.
Nyeri punggung dapat juga terjadi akibat Tusukan jarum yang mengenaikulit, otot dan ligamentum. Nyeri ini tidak berbeda dengan nyeri yang menyertai anestesi umum, biasnya bersifat ringan sehingga analgetik post operatif biasanya bias menutup nyeri ini.
Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi dapat menyebabkan ketegangan ligamentum lumbal selama spinal anestesi. Rasa sakit punggung setelah spinal anestesi sering terjadi tiba-tiba dan sembuh dengan sendirinya setelah 48 jam atau dengan terapi konservatif. Adakalanya spasme otot paraspinosus menjadi penyebab
Penanganan : Dapat diberikan penanganan dengan istirahat, psikologis, kompres panas pada daerah nyeri dan analgetik antiinflamasi yang diberikan dengan benzodiazepine akan sangat berguna.
Spinal hematom
Meski angka kejadiannnya kecil, spinal hematom merupakan bahaya besar bagi klinis karena sering tidak mengetahui sampai terjadi kelainan neurologist yang membahayakan. Terjadi akibat trauma jarum spinal pada pembuluh darah di medulla spinalis. Dapat secara spontan atau ada hubungannnya dengan kelainan neoplastik. Hematom yang berkembang di kanalis spinalis dapat menyebabkan penekanan medulla spinalis yang menyebabkan iskemik neurologist dan paraplegi
Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena, umumnya meliputi :
Apabila ada kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera dilakukan dan dikonsultasikan ke ahli bedah saraf. Banyak perbaikan neurologist pada pasien spinal hematom yang segera mendapatkan dekompresi pembedahan (laminektomi) dalam waktu 8-12 jam.
Nyeri punggung dapat juga terjadi akibat Tusukan jarum yang mengenaikulit, otot dan ligamentum. Nyeri ini tidak berbeda dengan nyeri yang menyertai anestesi umum, biasnya bersifat ringan sehingga analgetik post operatif biasanya bias menutup nyeri ini.
Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi dapat menyebabkan ketegangan ligamentum lumbal selama spinal anestesi. Rasa sakit punggung setelah spinal anestesi sering terjadi tiba-tiba dan sembuh dengan sendirinya setelah 48 jam atau dengan terapi konservatif. Adakalanya spasme otot paraspinosus menjadi penyebab
Penanganan : Dapat diberikan penanganan dengan istirahat, psikologis, kompres panas pada daerah nyeri dan analgetik antiinflamasi yang diberikan dengan benzodiazepine akan sangat berguna.
Spinal hematom
Meski angka kejadiannnya kecil, spinal hematom merupakan bahaya besar bagi klinis karena sering tidak mengetahui sampai terjadi kelainan neurologist yang membahayakan. Terjadi akibat trauma jarum spinal pada pembuluh darah di medulla spinalis. Dapat secara spontan atau ada hubungannnya dengan kelainan neoplastik. Hematom yang berkembang di kanalis spinalis dapat menyebabkan penekanan medulla spinalis yang menyebabkan iskemik neurologist dan paraplegi
Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena, umumnya meliputi :
- Mati rasa
- Kelemahan otot
- Kelainan BAB
- Kelainan sfingter kandung kemih
- Sakit pinggang yang berat
Apabila ada kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera dilakukan dan dikonsultasikan ke ahli bedah saraf. Banyak perbaikan neurologist pada pasien spinal hematom yang segera mendapatkan dekompresi pembedahan (laminektomi) dalam waktu 8-12 jam.
REFERENSI
- Gaiser RR. Spinal, Epidural, and caudal anesthesia. In : Introduction to anesthesia, editor : Longnecker DE, Murphy FL, ed 9 th, WB Saunders Company, 1997.
- Molnar R, Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia, In : Clinical Anesthesia Prosedures of the Massachusetts General Hospital, editor : Davison JK, Eukhardt WF, Perese DA, ed 4 th, London, Little brown and Company, 1993.
- Brown DL, Spinal, Epidural and Caudal anesthesia. In : Anesthesia, editor : Miller RD, ed 5 th, Volume 1, California, Churchill Livingstone, 2000.
- Besrnards CM, Epidural and Spinal Anesthesia. In : Handbook of Clinical Anesthesia, editor : Barrash PG, Gullen BF, Stoelting RK, Philadelpia, Lippincott Williams and Wilkins, 2001.
0 Comment to "Spinal Anestesia"
Posting Komentar